Selasa, 25 Januari 2011

Perempuan Punya Cerita

Baru-baru ini saya berhasil m'dapatkan sebuah film dokumenter (thanks to my ex-student chandra yg sudah m'download film ini utk saya :D) yang berjudul 'Perempuan Punya Cerita', film produksi Kalyana Shira Film yang b'kolaborasi dengan 4 penulis wanita muda b'bakat ini (Nia Dinata, Melissa Karim, Lasja F. Susatyo & Fatimah T. Rony) mengusung tema mengenai violence against women & ketidakadilan gender

Film ini terbagi dalam 4 scene dengan jalan cerita yang berbeda-beda namun tetap mengerucut ke dalam satu tema yaitu KETERSUDUTAN WANITA, ketidakadilan gender yang d'alami oleh wanita dalam 4 scene ini berbeda-beda d'lihat dari lokasi, waktu dan bentuk..

Cerita Pulau
Berkisah tentang seorang bidan bernama Sumantri (Rieke Dyah Pitaloka) yang mengabdikan diri untuk bekerja di sebuah pulau terpencil dimana masyarakatnya sangat memegang teguh adat, ia memiliki seorang anak angkat bernama Wulan (Rachel Maryam) yang mengidap keterbelakangan mental dan sangat tertarik dengan sesuatu yang dapat mengeluarkan cahaya. Sumantri di vonis mengidap penyakit kanker payudara dan dianjurkan untuk berobat di RS kota, hal ini tidak dapat ia lakukan dengan pertimbangan pengabdian diri serta keluarga (terutama Wulan). Awalnya kehidupan Sumantri dan keluarga berjalan baik sampai kehadiran 3 orang pemuda Jakarta yang berkunjung ke pulau tersebut, ke-3 pemuda tersebut memperkosa Wulan yang akhirnya mengakibatkan kehamilan pada diri wanita keterbelakangan mental tersebut. Parahnya ke-3 pemuda tersebut justru secara gamblang menyepelekan tindak pemerkosaan yang mereka lakukan, sikap hedonis telah membutakan mata mereka. Mengingat kondisi Wulan yang tidak memungkinkan untuk membesarkan seorang bayi serta kondisinya sendiri yang tidak memiliki usia panjang membuat Sumantri memutuskan untuk mengaborsi kandungan Wulan. Hal ini tentu mendapat perlawanan dari warga sekitar yang menganggap bahwa aborsi adalah perbuatan 'bejat' yang tidak dapat dimaklumi apapun alasannya. Ending dari kisah ini adalah pihak pemerkosa beserta pengacaranya memberikan sejumlah uang sebagai biaya ganti rugi atas keperawanan yang telah terenggut & tindakan tersebut didukung oleh warga sekitar yang justru lebih mempersoalkan masalah aborsi yang dilakukan Sumantri ketimbang tindak pemerkosaan pemuda Jakarta tersebut. Uang telah membutakan segalanya..

Cerita Yogya
Berkisah mengenai kehidupan seks bebas remaja di perkotaan (dalam kisah ini Yogyakarta) sebagai implikasi dari kemajuan teknologi berupa internet. Luasnya akses internet dan kurangnya sex education, menyebabkan Safina (Kirana Larasati) dkk bereksperimen sendiri dengan seks...Internet dan dvd porno menjadi acuan mereka dalam 'mempelajari' seks. Hal ini membuat seorang wartawan bernama Jay Anwar (Fauzi Baadilah) tertarik mengangkat permasalahan ini ke permukaan umum. Dengan berbekal pengetahuan seks yang minim akan dampak negatif dari hal tersebut, para remaja ini mempertaruhkan masa depannya...apa yang terjadi? kehamilan di luar nikah, pernikahan dini, serta penyepelean pihak pria terhadap apa yang terjadi pada diri wanita setelah perbuatan hedon tersebut menjadi aib bagi keluarga dan sekolah (diri sendiri tentunya) yang mewarnai kehidupan mereka. Siapa yang patut disalahkan??...

Cerita Cibinong
Berkisah mengenai kehidupan Esi (Shanty) seorang pembersih WC di klab malam dangdut yang bekerja keras untuk membiayai hidup dan pendidikan putrinya, Maesaroh (Ken Nala Amrytha). Esi nyaris putus asa saat mendapati kekasihnya, Narto melakukan pelecehan seksual kepada Maesaroh. Beruntung, Cicih (Sarah Sechan), primadona klab memberikan perlindungan dan tempat tinggal. Saat membangun kembali mimpinya, Esi diharuskan menghadapi kenyataan pahit bahwa Cicih dan Maesaroh terjerat sindikat perdagangan perempuan dimana Cicih tergiur seorang mucikari yang menjanjikan pekerjaan untuknya dan Maesaroh untuk bekerja sebagai enterteiner di Batam. Maesaroh yang memiliki keinginan kuat untuk mengubah kehidupan Esi dan dirinya sendiri dari segi ekonomi menyetujui ajakan tersebut tanpa persetujuan ibunya. Kenyataan berkata lain, angan-angan Maesaroh untuk mengubah nasib tinggallah impian ketika ia harus menghadapi realita bahwa dirinya dijual secara ilegal untuk dijadikan 'pengantin' wanita bagi pria Taiwan...tidak berbeda dengan nasib Maesaroh, Cicih pun harus menghadapi kenyataan impiannya pupus di tengah jalan ketika ia dipaksa untuk menjadi PSK. Tinggallah Esi yang meratapi nasibnya atas kejadian tersebut...

Cerita Jakarta
Laksmi (Susan Bachtiar) seorang janda beranak satu yang kehilangan suaminya akibat mengidap HIV/AIDS. Penyakit tersebut diidap suaminya akibat dari kebiasaan sang suami dalam mengkonsumsi narkoba dan seks bebas, sang suami akhirnya meninggal dalam keadaan OD. Keadaan semakin parah saat dirinya tertular penyakit tersebut dan pihak keluarga suaminya bersikeras mengambil alih hak asuh putri mereka, Belinda (Ranti Maria). Tidak hanya sampai di situ saja, Laksmi juga harus menghadapi cacian dan hinaan dari keluarga sang suami yang menyalahkan serta melimpahkan tanggung jawab atas kematian sang suami kepada dirinya. Naluri seorang Ibu membuatnya bertahan untuk mengasuh Belinda, namun mengasuh anak dengan kondisi yang makin lemah dan tanpa penghasilan, membuat Laksmi mengambil keputusan besar, demi memberikan yang terbaik bagi Belinda dan dirinya...

Dari ke-4 scene cerita di atas dapat kita lihat bahwa kekerasan terhadap wanita -baik dalam segi fisik maupun psikis- mewarnai kehidupan wanita apapun keadaan dan alasannya. Ke-4 cerita tersebut walaupun berbeda namun mengarah pada satu titik yaitu Ketersudutan Wanita, dimana wanita seolah ditempatkan pada posisi "yang bersalah". Pria sebagai 'makhluk setengah dewa' dianggap SAH saat "mempertanggungjawabkan" perbuatannya dengan sejumlah uang maupun kematian sedangkan wanita yang menjadi korban justru dituntut untuk menjadi pelaku atas kejahatan tersebut!! Fitnahan, cacian, makian, penyesalan, kesakitan, dan pengorbanan harus ditanggung oleh pihak wanita. Hal ini tiada lain karena di dalam dunia patriarki wanita dianggap 'Liyan' atau 'other', seorang 'Liyan' yang disosialisasikan sebagai makhluk lemah dan tanpa daya tidak memiliki wewenang untuk melawan kekuasaan pria yang pada dasarnya adalah sebuah konstruksi masyarakat...Tulisan ini bukanlah suatu petisi ataupun argumen untuk menjatuhkan dominasi kaum pria melainkan hanya sebuah pengetahuan yang semoga dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi masyarakat -baik pria maupun wanita, terutama remaja- mengenai pentingnya kesetaraan gender. Tulisan inipun juga menjadi sebuah kritik saya terhadap teori yang dikemukakan oleh feminis Dunia Pertama (feminis barat) -khususnya teori feminis Marxian - yang menganggap bahwa ketidakadilan dalam pembagian kerja-lah sebagai faktor utama terjadinya opresi terhadap wanita, faktor ekonomi ataupun pendapatan (sebagai akibat dari pembagian kerja, pria=>ranah publik sedangkan wanita=>ranah privat/domestik) bukanlah faktor tunggal dan utama yang menyebabkan terjadinya violence against women melainkan ada faktor-faktor lain seperti kultur, culture shock & cultural lag akibat dari modernisasi, dll yang menjadi pendorong terjadinya ketidakadilan gender di Indonesia.

Remaja sebagai generasi muda Indonesia yang sangat berpotensi dalam memajukan bangsa merupakan tokoh penting yang harus dibina sedini mungkin. Sosialisasi mengenai penyetaraan peran antara pria dan wanita serta sex education saya rasa merupakan solusi yang cukup baik dalam meminimalisir terjadinya ketidakadilan gender yang mengarah pada kekerasan terhadap wanita di Indonesia. Apalah gunanya mengubah paradigma seorang yang dewasa? akan lebih mudah jika kita membina mental dan moral generasi muda yang belum terkontaminasi akan 'kotor'nya asam garam dunia..Tidak hanya bagi remaja putri saja yang harus kita tanamkan prinsip pentingnya menjaga 'purity' melalui keperawanan yang masih amat dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia melainkan juga penting kiranya apabila remaja putra juga ditanamkan prinsip bagaimana pentingnya menghargai harkat dan martabat seorang wanita serta bagaimana menjadi pria sebagaimana layaknya pria yang dikonstruksikan oleh masyarakat (wanita=>lemah, cengeng, lembut, penuh perasaan, emosian, dll; pria=>kuat, terdidik, gagah, pemimpin, dll). Wanita bukanlah property milik pria yang bisa seenaknya dinjak-injak dan disepelekan keberadaannya dalam hidup ini melainkan juga sosok makhluk rasional yang dapat bersaing dengan pria dalam segala bidang. Manusia (baik pria dan wanita) bukanlah makhluk otonom yang dapat berdiri sendiri, kita adalah makhluk yang saling ketergantungan satu sama lain sehingga antara pria dan wanita terbentuk suatu hubungan yang equal dan saling timbal balik.

Nb: mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan ketidakpuasan dalam menganalisis permasalahan ini (maklum akibat keterbatasan otak/pengetahuan serta kebisaan menumpahkan isi pemikiran ke dalam tulisan yang amat sangat kurang dari saya hehehe) :D:D:D

0 komentar:

Posting Komentar