Profil pembicara Ari Sitas adalah seorang profesor sosiologi di University of Cape Town, Afrika Selatan. Ia pernah menjadi Wakil Presiden International Sociological Association (ISA) dan Presiden South African Sociological Association serta senior fellow dan research associate pada beberapa lembaga seperti University of California, Berkeley dan Oxford University. Ia juga seorang aktivis gerakan anti Apartheid, penyair dan dramawan. Gagasan-gagasan pemikirannya tumbuh kuat dari pengalaman empirisnya di dalam gerakan buruh maupun gerakan-gerakan sosial lainnya yang berbasis komunitas baik pada masa dominasi politik Apartheid maupun pasca Apartheid. Ia juga menekuni perdebatan tentang pembedaan antara variabel-variabel keras dengan variabel-variabel lunak di dalam menganalisis dimensi-dimensi struktural dan kultural di dalam masyarakat. Pemikiran-pemikirannya itu memberikan perspektif yang penting mengenai kaitan antara gerakan-gerakan sosial dengan dinamika struktural dan kultural di dalam masyarakat. Beberapa karya pentingnya antara lain (2008) The Ethic of Reconciliation, ( Madiba Press/Centre for the Study of Social Systems, New Delhi). “30 Years Since the Durban Strikes: Black Working Class Leadership and the South African Transition”. Current Sociology, 2004. Melengkapi karya-karya akademis dan aktivismenya, ia juga menghasilkan karya-karya seni yang terinspirasi dari berbagai pengalaman dan pemikiran sosial dan politiknya.
Diskusi yang mengusung tema Rethinking Social Movements: Lessons Learned From South African Experiences ini termasuk cukup memukau karena selain pembicaranya adalah seorang kaukasoid namun menjadi aktifis anti-apartheid, penjelasan yang beliau kemukakan mengenai gerakan sosial di Afsel pun memuaskan. Namun sayang, gw ga begitu interest dengan tema ini sebenarnya karna menurut gw Afsel adalah sebuah negara boneka pihak Eropa (terutama Perancis)..
Prof. Ari Sitas, PhD menjelaskan bahwa sesungguhnya globalisasi telah membawa perubahan bagi manusia dalam berbagai bidang, seperti: jaringan, konsumsi, komunikasi maupun kehidupan kita secara keseluruhan. Dunia ini diibaratkan seperti 'Black Hole' informasi => selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Durkheim mengenai Division of Labour, dimana kehidupan manusia mulai terspesialisasi (khususnya pekerjaan) hal inilah yang (menurut Durkheim) mengintegrasikan masyarakat akibat dari saling ketergantungan satu sama lain. Menurut Sitas, globalisasi justru mencuatkan tantangan berupa krisis sehingga kita sebagai masyarakat dituntut untuk bagaimana mengimplementasikan ekonomi dunia yang anti krisis & anti colaps? Menurut beliau, dalam kasus ini beberapa negara di Asia telah berperan aktif dalam menciptakan ekonomi negara yang anti krisis, negara tersebut antara lain China, India dan Korea.
Untuk mengatasi dampak negatif globalisasi dunia, Sitas menawarkan solusi berupa rewiring => tidak merubah secara transformatif sistem dunia melainkan cukup 'menyetel ulang' atau mereformasi saja. Namun menurut gw solusi yang ditawarkan oleh Sitas tidak menjawab tantangan globalisasi bagi negara berkembang seperti Indonesia karena jika hanya melakukan rewiring/reformasi saja maka hal tersebut tidak akan mengubah secara signifikan tatanan ekonomi negara berkembang. Rewiring hanya dimungkinkan jika kondisi negara termasuk ke dalam negara maju.
Ketika mulai membahas mengenai gerakan sosial di Afsel, Sitas mengatakan bahwa Afsel mulai kembali menggeliat pasca hilangnya sosok pemimpin seperti Nelson Mandela. Namun menurut gw pembicaraan mengenai gerakan sosial di Afsel merupakan suatu penelitian yang sia-sia karena jika ditilik secara seksama maka Afsel bukanlah 'murni' negara ras negriod yang selama ini di-under estimate-kan sebagai ras yang under dog!! klo menurut asumsi gw, Afsel justru menjadi negara boneka yang digerakkan oleh tangan-tangan Eropa. Makanya ketika ada seorang peserta diskusi yang bertanya mengenai apa landasan ideologi masyarakat negroid Afsel yang selama ini 'terjajah' melakukan social movements, Prof. Sitas tidak bisa menjawabnya...Ini membuktikan bahwa pada dasarnya yang melakukan gerakan sosial bukanlah murni warga negroid Afsel
Yang membuat gw tertarik dengan diskusi ini adalah ketika seorang peserta mempertanyakan apakah Wikileaks dapat dikategorikan sebagai suatu gerakan sosial masyarakat? Prof. Sitas menjawab bahwa Wikileaks adalah merupakan salah satu bentuk gerakan sosial dari masyarakat karena ada semacam 'perlawanan' yang ditujukan kepada sistem pemerintahan dunia kapitalis oleh masyarakat proletar...Berbeda dengan keberadaan Facebook dan Twitter yang hanya sekedar menyatukan jaringan dari berbagai belahan dunia saja, Wikileaks memiliki tujuan-tujuan yang cukup fundamental terhadap perubahan dalam bidang sosial-politik. Terakhir, Prof. Sitas berpesan bahwa di era globalisasi yang menjangkiti dunia ini, kita tidak perlu berpikir terlalu global..justru kita harus tetap berpegang pada values lokal agar identitas kebangsaan kita tidak punah karena bagi negara multikultur seperti Indonesia, tantangan terberat yang harus dihadapi selain krisis ekonomi adalah mempertahankan identitas kebangsaan kita yang sangat beragam ini
*jangan2 Prof. Sitas nyadar nih klo orang Indonesia ga cinta ma produk negara sendiri huehehehe, terbukti dari senangnya masyarakat Indonesia mengidentifikasi dan mengadopsi budaya Barat sebagai kepribadian bangsa ckckckckck
Yah intinya, general lecture yang diadakan kemarin (27/01/11) keren deh..walaupun b.inggris gw terbilang pas-pasan setidaknya inti dari pembicaraan kemarin masih bisa gw simpulkan huehehehe
0 komentar:
Posting Komentar