Senin, 10 Januari 2011

Keterkaitan Antara Sosiologi Substantif Dengan Metodologi 'Verstehen' Max Weber


Sosiologi menurut Weber merupakan ilmu yang mempelajari pemahaman interpretasi dari tindakan sosial serta penjelasan eksplanatif dari praktek dan konsekuensinya. Dengan penjelasan seperti ini Weber ingin mencapai dua buah tujuan, pertama ia ingin agar ilmu sosial dapat memahami keunikan dari karakter masyarakat barat yang modern. Kedua, Weber ingin mengkonstruksi konsep abstrak yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan, memberikan pengertian terhadap masyarakat modern. Weber berargumentasi bahwa sosiologi haruslah bebas nilai, karena tidak ada cara lain untuk memproduksi pemahaman ilmiah dari suatu proses sosial. Keadaan bebas nilai hanya dapat dicapai saat seorang sosiolog menggunakan metode rasional dalam proses penelitian yang sistematis. Dalam pandangan Weber, sosiologi bukanlah ilmu moral, karena itu tidak dapat mengidentifikasi secara ilmiah norma yang tepat, nilai, dan tindakan. Sosiologi juga berperan dalam meningkatkan perkembangan kehidupan sosial dari manusia melalui proses rasionalisasi, dimana sosiologi yang bebas nilai berkontribusi terhadap penjelasan terhadap proses historis dan kejadian dimana keajaiban dan kepercayaan irasional lainnya digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa menjadi tidak diterima oleh masyarakat. Karena itu sosiologi juga berperan dalam menyediakan informasi kepada setiap orang dalam mengambil keputusan. Weber juga berargumentasi bahwa ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam karena aspek esensialnya adalah “penjelasan kausal dari suatu konsekuen.” .

2 asumsi sosiologi bersifat ilmu pengetahuan[1]:

1. Klasifikasi, kemampuan untuk mensistematisasian gagasan-gagasan dan berbagai eksplanasinya melalui istilah-istilah deskriptif dan analitif yang mengkategorisasikan gejala-gejala sosial tersebut (ideal type).

2. Pemisahan antara pendapat pribadi dengan fakta empiris (value free sociology).

Melalui metode yang ia sebut dengan verstehen, tindakan sosial hanya dapat eksis apabila sejauh mana seorang individu dapat memberikan makna subjektif kepada perilakunya. Karena itu menurut Weber, dalam suatu masyarakat yang eksis adalah individunya, dan memulai analisisnya dari level tindakan sosial yang menjadi suatu penghubung dari tema –tema sosiologi Weber. Maka konseptualisasi dari tindakan sosial tersebut menolak analisis fungsional yang memulai analisisnya pada level makro yaitu pada fakta sosial dalam masyarakat yang menyebabkan individu dapat eksis.Weber juga berpendapat bahwa dengan metode verstehen pemahaman eksplanasi, yang mana, pemahaman rasional dari motivasi, dimana termasuk penempatan tindakan kedalam konteks inklusif dari pemaknaan.

Weber tidak sependapat dengan Marx dan Durkheim yang lebih menekankan manusia pada struktur, menurut Weber manusia memiliki kehendak sendiri dalam merespon struktur sosial, maka dari itu ranah pemikiran Weber mengenai manusia lebih kearah mikro yaitu tindakan sosial yang dilakukan oleh individu. Weber di dalam sosiologi substantifnya melihat ilmu pengetahuan sebagai ilmu yang harus berusaha memahami atau memaknai bagaimana individu mendefinisikan kondisi atau peristiwa yang terjadi dalam hidup.

Contoh kasus: tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh salah seorang pegawai pajak bernama Gayus Tambunan, apabila kita lihat secara hukum maka tindakan korupsi yang dia lakukan adalah salah namun menurut Weber belum tentu seperti itu. Gayus memiliki makna subyektif tersendiri terhadap tindakan korupsi yang ia lakukan, menurutnya tindakan korupsi yang ia lakukan bukanlah tindakan kriminal yang melanggar hukum melainkan hanya sekedar ‘bantuan’ kepada perusahaan-perusahaan besar dalam membayar pajak jadi wajar apabila ia mendapatkan imbalan dari ‘bantuannya’ tersebut. Kita juga tidak bisa menyalahkan Gayus atas pemaknaan subjektifnya tersebut karena pada dasarnya, pemaknaaan subjektif itu dilihat dari kultur dan historisnya.

Sudah menjadi rahasia umum, apabila tindakan korupsi di Indonesia telah mendarah daging dan bahkan menjadi budaya bagi mayoritas masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia yang hampir 350 tahun dijajah oleh Belanda, secara otomatis budaya dan tabiat warga Belanda yang tinggal di Indonesia pun secara turun temurun menular termasuk dengan budaya korupsi. Kita semua tahu bahwa VOC tumbang akibat tindakan korupsi yang dilakukan para pegawainya, hal tersebut tentunya berimplikasi terhadap sistem birokrasi perusahaan-perusahaan pemerintahan di Indonesia sampai sekarang. Birokrasi yang terlalu legal-rasional juga –dikatakan Weber- turut menyumbang legitimasi korupsi dan suap-menyuap di kalangan birokrat. Sudah menjadi hal yang lumrah apabila dalam melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan birokrasi di Indonesia (membayar pajak, membuat KTP, mencari pekerjaan, dan lain-lain) akan lebih mudah jika kita menggunakan ‘pelicin’ berupa sejumlah uang yang kita ‘setor’ kepada para pegawai terkait.

Inilah yang memotivasi Gayus untuk mengikuti jejak para seniornya maupun teman-temannya. Tidak salah memang karena secara kultur dan historis Indonesia memang mendukung tindakan tersebut. Untuk menjelaskan makna subjektif yang dialami oleh suatu individu, Weber menngunakan teori tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki makna subjektif bagi pelaku individu itu sendiri. Tindakan sosial terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Tindakan afektif, dimana individu lebih menggunakan emosi atau perasaan

2. Tindakan tradisional, dimana individu dalam melakukan tindakan tersebut mengacu pada tradisi

3. Tindakan berorientasi nilai, dimana individu dalam melakukan tindakan menggunakan acuan nilai dan norma yang dianggap “baik”

4. Tindakan rasional instrumental, individu menggunakan rasionalitasnya atau nalar yang dimilikinya dalam melakukan suatu tindakan

Apabila kita mengaitkan keempat tipe tindakan tersebut dalam menganalisa pemaknaan subjektif yang dilakukan Gayus atas tindakan korupsi yang ia lakukan adalah sebagai berikut:

1. Tindakan afektif: Gayus melakukan tindakan penyelewengan dana karena ia merasa senang melakukan hal tersebut èdengan korupsi ia bisa mendapatkan banyak uang dan juga “berbuat baik” karena telah membantu beberapa perusahaan dalam membayar pajak.

2. Tindakan tradisional: Gayus melakukan tindakan penyelewengan dana atau korupsi karena secara tradisi banyak hal tersebut dianggap lumrah èmayoritas para birokrat melakukan hal tersebut.

3. Tindakan berorientasi nilai: Gayus melakukan tindakan penyelewengan dana atau korupsi karena apabila ia tidak korupsi maka ia akan dianggap “menyimpang” atau patologi èkarena mayoritas birokrat melakukan tindak korupsi maka apabila ada pegawainya yang tidak korupsi maka justru pegawai tersebutlah yang dianggap “menyimpang”.

4. Tindakan rasional instrumental: Gayus melakukan tindakan penyelewengan dana atau korupsi karena dengan korupsi ia bisa mendapatkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, selain itu juga ia bisa mendapatkan prestise dan hak istimewa sebagai orang kaya èdi Indonesia, orang yang memiliki kekuasaan adalah orang yang memiliki banyak uang.

Perhatian Weber pada teori-teori tindakan lebih berorientasi pada tujuan dan motivasi pelaku. Weber melakukan rekonstruksi makna di balik kejadian-kejadian sejarah yang menghasilkan struktur-struktur dan bentukan-bentukan sosial, tetapi pada saat yang sama memandang semua konfigurasi kondisi historis itu unik. Maka dari itu, menurut Weber tidak ada kejahatan yang absolute maupun kebaikan yang absolute, itu semua kembali lagi kepada makna subjektif berupa tujuan dan motivasi si pelaku itu sendiri. Alasan inilah yang membedakan Weber dengan para pemikir sosiologi lainnya seperti Marx dan Durkheim karena menurut Weber metode verstehen yang dikembangkannya lebih memanusiakan manusia. Sosiolog juga manusia yang mengapresiasi lingkungan sosial dimana ia berada, memperhatikan tujuan-tujuan dan pemaknaan yang dilakukan oleh individu maka dari itu ia berupaya untuk memahami tindakan mereka. Hal inilah yang membedakan ilmu sosial dengan ilmu alam menurut Weber.



[1] Catatan dari Ibu Francisia Eri Seda, tgl 8 Desember 2010

0 komentar:

Posting Komentar