Sabtu, 12 Maret 2011

PENELITIAN TENTANG POLITIK INDONESIA (berdasarkan metode dan perspektif Amerika : Bennedict Anderson)

Di kalangan akademisi, Bennedict Anderson dikenal sebagai peneliti tentang Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan sistem politik. Penelitiannya tentang G 30 S PKI misalnya, hingga saat ini masih banyak mendapat perdebatan, bahkan di masa Orde Baru, Anderson dilarang masuk ke Indonesia. Namun dalam hal ini yang menjadi pesoalan adalah mengenai penelitiannya tentang Indonesia dengan berdasar pada perspektif dan metode Amerikanya, karena berbicara tentang penelitian, sebenarnya tidak hanya berkenaan dengan masalah pengetahuan tetapi juga memahami tentang kebudayaan dan tatanan sosial, dan hal ini kadang diabaikan oleh kalangan akademisi itu sendiri. Klaim imparsialitas dan obyektifitas merupakan cara lain untuk membangun otonomi perusahaan dan prestise dari dunia akademis. Pada kenyataannya akademisi pasti berbagi asumsi dominan dan nilai-nilai masyarakat mereka, dan bahkan ketika mereka keberatan terhadap beberapa asumsi dan nilai-nilai, oposisi mereka biasanya dibingkai dalam batas-batas dari "stretch" kebudayaan yang mereka telah warisi.

Di sisi lain, sebagai sebuah kelompok, para akademisi setidaknya cenderung terikat pada struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat . Seperti misalnya pada masyarakat pribumi, tetapi juga karena adanya aturan lembaga dan teknologi yang diterapkan dalam pekerjaannya. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, para akademisi di Amerika dari bebagai bidang membutuhkan peningkatan infrasturuktur , seperti laboratorium, perpustakaan, bank data, komputer ataupun asisten peneliti, untuk disediakan bagi kepentingan kelembagaannya. Aspek inilah yang digunakan akademisi Amerika untuk melakukan penelitian di Indonesia. Hal ini kemudian akan terlihat dalam penelitiannya yang saat ini perhatiannya juga mengalami perubahan , sehingga dapat dipahami sebagai hasil interaksi antara budaya Amerika (budaya akademik) dengan kepentingan Amerika di Asia Tenggara yang terus dilanjutkan oleh para pemegang kekuasaan negara di Amerika. Hal ini mungkin cukup untuk mengatakan di sini bahwa paradigma budaya mengasumsikan interkoneksi alami dan tak terhindarkan antara perusahaan swasta dan harta (kapitalisme), demokrasi konstitusional, kebebasan pribadi dan kemajuan. Sejarah Amerika merupakan sejarah terungkapnya gagasan-gagasan dan realisasi kelembagaan mereka. liberalisme, dalam arti Hartzian, adalah bahasa akademis ilmu sosial, dan dengan fakta yang sangat fundamental membentuk dunia penelitian ilmu sosial Amerika. Jika paradigma budaya liberal Amerika telah membentuk kontur penelitian Amerika di Indonesia dalam arti yang paling dasar, fokus kepentingan dan metodologi yang digunakan cenderung bervariasi sesuai dengan peran Amerika dan lintasan perkembangan sejarah adat di daerah Asia Tenggara dan di Indonesia pada khususnya.

Sejalan dengan itu, dalam kaitannya dengan ilmu sosial, paradigma menjadi hal penting bagi akademisi, dalam melakukan analisa penelitian dari pada hanya sekedar membentuk tulisan ilmiah. Seperti George Kahin misalnya, di tahun 1948 melakukan penelitian tentang Nationalism and Revolution in Indonesia yang dianggap “melanggar”. Penelitian ini sebenarnya memiliki asumsi tentang nasionalisme Indonesia yang didasarkan pada paradigma tentang sejarah dan kekuatan pergerakan Indonesia yang berasal dari otoritarianisme dan penjajahan kolonial menuju pada tatanan demokrasi liberal, yang kemudian hal ini menjadi sesuai antara kepentingan Amerika dan Indonesia, dan dikenal sebagai “ajaran Kahin” khusus tentang Indonesia. Namun sebenarnya pemikiran ini justru menunjukkan perhatian peneliti terhadap nasionalisme Indonesia, dimana hal ini juga sebagai persoalan pembangunan demokrasi yang berdasarkan konstitusi, yang dikaji dari perspektif kepemimpinan nasionalis serta dengan menggunakan metode dengan pendekatan sejarah. Bukunya ini merupakan sebagian permohonan agar pemahaman masyarakat menjadi lebih luas dari kongruensi ini, dan kritik dari mereka dalam pembuatan kebijakan lingkungan yang telah berpendapat bahwa kepentingan Amerika di Eropa menuntut sikap taktis vis-a-vis Belanda untuk berupaya mengembalikan kekuasaan mereka di Indonesia seperti sebelum perang. Nasionalisme dan sejarah tidak bisa seluruhnya dikeluarkan dari analisis komparatif, tapi mereka biasanya dibawa "untuk menyimpan fenomena". Tetapi karena nasionalisme in concreto adalah sebuah fenomena tertentu yang tak teruraikan, itu membuat komparativis tidak kurang gelisah dari para pembuat kebijakan yang harus berurusan dengan itu dalam ruang lingkup hegemoni Amerika. Komparativisme dan fungsionalisme, jenis ini terkait erat dengan teori dan doktrin "modernisasi". "Modernisasi" adalah teori sempurna yang memenuhi kebutuhan akan hubungan baru antara paradigma Amerika dan karakter perubahan hubungan Amerika dengan dunia eks-kolonial. Jika Format I telah menyoroti aspek politik paradigma (nilai-nilai demokrasi liberal, sebagai contoh), pada Format II "modernisasi" doktrin dibawa ke bantuan tinggi liberalisme ekspansif ekonomi. Dalam efek "modernisasi" sebagian besar disusun dan didefinisikan sehingga dapat menyiratkan penyebaran paradigma.

Pada periode 1955 – 1965, ditandai dengan ekspansi kekuasan Amerika dan diwujudkan dalam bentuk bantuan dan masuknya militer, kalangan pengusaha, akademisi hingga bermacam-macam misionaris agama. Dalam hal ini Amerika merubah perhatiannya dari kekuasaan kolonial Eropa pada konsolidasi dan stabilisasi dalam membangun hegemoninya yang baru. Namun untuk Indonesia, dalam hal ini memiliki berbagai persoalan yang kompleks, yaitu mulai dari kalangan elite nasionalis di masa demokrasi liberal hingga kalangan yang memiliki sikap kooperatif. Tapi setelah tahun 1965, pemimpin nasionalis mendorong dan memberi ruang bagi para elite militer untuk dapat bekerja sama.

Namun dari penelitian yang dilakukan terhadap sistem politik Indonesia di masa itu, sebenarnya terlihat pula bahwa terdapat kekurangan dalam analisa secara lengkap tentang hubungan Indonesia dan Amerika. Selain itu studi tentang militer Indonesia seharusnya tidak terabaikan. Dalam melakukan penelitian tentang Indonesia, juga memperhatikan adanya pengaruh perang Vietnam dan perubahan masyarakat Amerika. Meski demikian, dalam penelitian tentang Indonesia akan lebih baik dengan menggali tradisi ‘Indonesianologi’ sebagaimana yang juga telah didirikan Amerika sejak perang dunia II. Bahkan dengan memahami tema dan topik menjadi bermanfaat dan penting dalam menerapkan suatu kerangka kerja serta menunjukkan struktur lembaga dan budaya Amerika melalui penelitian yang dilakukannya, sehingga dapat pula memberi pertimbangan tentang kemungkinan perubahan yang juga sedang berjalan, seperti adanya perubahan kultur politik saat ini dengan yang ada di masa Orde Baru.

0 komentar:

Posting Komentar