Jika anda penggemar drama Korea Great Queen Seondeok, barangkali anda pernah mendengar tentang Cheomseongdae. Dalam salah satu episode, diceritakan bahwa putri Deokman setelah dilantik menjadi putri mahkota kerajaan Silla memerintahkan pembangunan sebuah tempat yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk melakukan perhitungan astronomi secara mandiri. Dengan demikian, tidak ada lagi pejabat dan orang terpelajar yang bisa memanfaatkan ilmu astronomi–dan astrologi yang pada masa itu tak ada perbedaan antara keduanya–untuk menipu warga. Tempat pengamatan astronomi itu dinamakan Cheomseongdae.
Walaupun kisahnya tidak sama seperti yang diceritakan dalam serial drama tersebut, namun Cheomseongdae peninggalan kerajaan Silla memang ada, dibangun pada masa pemerintahan ratu Seondeok dan bangunannya masih berdiri sampai sekarang, menjadi warisan kebudayaan bangsa Korea dan salah satu atraksi wisata menarik di Korea Selatan.
Cheomseongdae Silla terletak di Gyeongju. Dulunya kota ini merupakan ibukota kerajaan Silla dengan nama Seorabeol. Posisi persisnya tak jauh dari istana Ponweolseong, pada koordinat 35°49’53″ LU dan 129°13’20″ BT. Cheomseongdae memiliki arti menara pengamat bintang dalam bahasa Hangul/Korea yang dibangun pada awal abad ke-7 pada masa kerajaan Silla.
Sejarah Cheomseongdae
Catatan-catatan sejarah Korea menunjukkan ada 3 tempat yang bernama Cheomseongdae. Pertama adalah di Pyongyang, dahulu ibukota kerajaan Goguryeo dan sekarang ibukota Korea Utara. Bangunannya sudah tidak ada lagi. Yang kedua adalah di Gyeongju, ibukota kerajaan Silla, yang kita bahas di sini. Dan yeng terakhir, di Gaeseong, Korea Utara, yang merupakan peninggalan kerajaan Goryeo.
Menurut buku “Kenangan tentang Tiga Kerajaan” (Samguk yusa), Cheomseongdae Silla dibangun pada masa pemerintahan ratu Seondeok (633 – 647 M). Di catatan itu tidak ada tanggal tepatnya dan juga tidak dituliskan apa fungsi bangunan ini, tapi catatan-catatan sejarah yang hadir lebih belakangan dan sumber lain berupa karya sastra menyebutkan Cheomseongdae digunakan untuk mengamati rasi bintang dan pergerakan matahari. Catatan-catatan kuno dari Cina juga menyatakan hal serupa.
Peneliti modern pertama yang meninjau Cheomseongdae adalah Tadashi Sekino yang menyimpulkan bahwa Cheomseongdae adalah sebuah observatorium walaupun strukturnya cukup aneh sebagai observatorium. Lalu Yuji Wada, seorang ahli meteorologi dari Jepang. Ia mulai melakukan survey di lokasi Cheomseongdae pada 1909, menyimpulkan bahwa Cheomseongdae Silla adalah observatorium tertua di Asia Timur. Wada juga meyakini ada beberapa bagian bangunan yang sudah hilang, seperti tangga bagian dalam.
Konstruksi dan Fungsi
Cheomseongdae dibuat dari batu-batu yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk yang diduga memiliki arti khusus. Dilihat dari luar, bangunan ini terdiri atas 3 bagian: alas, menara dan puncak.
Bagian alasnya dibuat dari 12 balok batu yang disusun sehingga berbentuk persegi. Susunan ini dibuat 2 lapis, dengan lapisan kedua terkubur dalam tanah.
Bagian utama bangunan bentuknya seperti botol, menara silinder dengan lingkar alas lebih besar daripada lingkar di bagian puncak. Dibuat dari susunan batu-batu yang jika dihitung jumlahnya 365 buah. Bagian utama ini terdiri dari 27 lapis. Di bagian tengahnya dibuat sebuah jendela persegi yang menghadap ke utara. Jumlah lapisan di atas dan bawah jendela masing-masing berjumlah 12 lapis.
Bagian puncaknya dibuat berupa pagar yang jika dilihat dari atas akan tampak seperti huruf Cina #. Bagian ini terdiri dari 2 lapis.
Jumlah batu untuk menyusun bagian utama menunjukkan jumlah hari dalam setahun samsiah (matahari), 365. Jumlah lapisan barangkali terkait dengan ratu Seondeok, yang merupakan penguasa Silla ke-27. Jika lapisan alas yang tidak terkubur dimasukkan, jadi 28 dan ini menunjukkan jumlah rasi bintang menurut astronomi oriental. Dan jika ditambahkan dengan 2 lapisan atap, jumlahnya 30. Menunjukkan jumlah hari dalam sebulan kamariah. Lapisan dibawah dan diatas jendela masing-masing 12 buah, menunjukkan jumlah bulan dalam setahun. Jika dijumlahkan jadi 24, menunjukkan solar term yang lazim dipakai pada sistem kalender lunisolar Cina.
Di bagian dalamnya juga menarik. Dari bawah hingga ke lapisan ke-12 diisi dengan pasir. Mulai dari jendela hingga keatasnya kosong. Di lapisan ke-26 terdapat sebuah balok datar yang–dilihat dari atas–menutupi ruang bagian timur. Untuk masuk kedalam bangunan ini, orang harus menggunakan tangga dari luar dan masuk melalui atap. Balok di lapisan ke-26 itu barangkali digunakan untuk menaruh peralatan pengamatan dan alat tulis.
Kontroversi
Sebagian besar peneliti menyetujui Cheomseongdae sebagai sebuah observatorium. Hal itu didukung oleh catatan-catatan sejarah yang ada di Korea, Jepang dan Cina. Pengamatan astronomi dilakukan dengan mata telanjang, dilengkapi dengan alat-alat seperti gnomon. Tentunya perhitungan-perhitungan khusus dilakukan dengan bantuan kalender untuk mengetahui gerhana dan rasi bintang yang berguna untuk keperluan astrologi.
Namun beberapa peneliti lain meragukan fungsi Cheomseongdae sebagai observatorium karena bentuknya yang dianggap tidak representatif. Misalnya, Lee Yong-beom dari Universitas Dongguk yang berpendapat Cheomseongdae adalah simbol gunung Sumeru yang ada dalam keyakinan Buddha. Atau Kim Yong-un dari Universitas Hanyang berpendapat Cheomseongdae merupakan monumen yang melambangkan pencapaian tinggi atas sains di Silla.
Bagaimanapun, sejauh ini pendapat bahwa Cheomseongdae adalah sebuah observatorium lebih disetujui. Juga ada pendapat moderat: Cheomseongdae adalah sebuah observatorium dengan struktur bangunan dibuat mengikuti inspirasi Buddhis.
Observatorium Tertua
Buku rekor dunia, Guinness Book of World Records pada 1982 menyatakan bahwa Cheomseongdae di Gyeongju, Korea Selatan adalah bangunan observatorium astronomi tertua yang masih berdiri di dunia. International Council of Monuments and Sites (ICOMOS), bagian dari IAU, menyatakan Cheomseongdae Silla adalah observatorium tertua di Asia Timur.
Bukan berarti tidak ada observatorium sebelum Cheomseongdae dibangun. Sejarah menyatakan ada banyak kebudayaan yang jauh lebih tua daripada kebudayaan Silla, katakanlah Mesir, Babilonia, Yunani. Kebudayaan-kebudayaan kuno itu juga sudah mengenal astronomi, dan mungkin saja memiliki observatorium mereka sendiri.
Kerajaan Silla di abad VII masehi juga lebih mediocre dibandingkan negara-negara tetangganya di semenanjung Korea, Goguryeo dan Baekje. Dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Cheomseongdae juga ada di ibukota Goguryeo namun sisa-sisa bangunannya tidak lagi ada. Jadi, satu-satunya bangunan observatorium kuno yang paling tua dan masih eksis memang hanya Cheomseongdae Silla ini.
sumber: http://langitselatan.com/2011/01/30/mengenal-cheomseongdae-observatorium-tertua-di-dunia/
Walaupun kisahnya tidak sama seperti yang diceritakan dalam serial drama tersebut, namun Cheomseongdae peninggalan kerajaan Silla memang ada, dibangun pada masa pemerintahan ratu Seondeok dan bangunannya masih berdiri sampai sekarang, menjadi warisan kebudayaan bangsa Korea dan salah satu atraksi wisata menarik di Korea Selatan.
Cheomseongdae Silla terletak di Gyeongju. Dulunya kota ini merupakan ibukota kerajaan Silla dengan nama Seorabeol. Posisi persisnya tak jauh dari istana Ponweolseong, pada koordinat 35°49’53″ LU dan 129°13’20″ BT. Cheomseongdae memiliki arti menara pengamat bintang dalam bahasa Hangul/Korea yang dibangun pada awal abad ke-7 pada masa kerajaan Silla.
Sejarah Cheomseongdae
Catatan-catatan sejarah Korea menunjukkan ada 3 tempat yang bernama Cheomseongdae. Pertama adalah di Pyongyang, dahulu ibukota kerajaan Goguryeo dan sekarang ibukota Korea Utara. Bangunannya sudah tidak ada lagi. Yang kedua adalah di Gyeongju, ibukota kerajaan Silla, yang kita bahas di sini. Dan yeng terakhir, di Gaeseong, Korea Utara, yang merupakan peninggalan kerajaan Goryeo.
Menurut buku “Kenangan tentang Tiga Kerajaan” (Samguk yusa), Cheomseongdae Silla dibangun pada masa pemerintahan ratu Seondeok (633 – 647 M). Di catatan itu tidak ada tanggal tepatnya dan juga tidak dituliskan apa fungsi bangunan ini, tapi catatan-catatan sejarah yang hadir lebih belakangan dan sumber lain berupa karya sastra menyebutkan Cheomseongdae digunakan untuk mengamati rasi bintang dan pergerakan matahari. Catatan-catatan kuno dari Cina juga menyatakan hal serupa.
Peneliti modern pertama yang meninjau Cheomseongdae adalah Tadashi Sekino yang menyimpulkan bahwa Cheomseongdae adalah sebuah observatorium walaupun strukturnya cukup aneh sebagai observatorium. Lalu Yuji Wada, seorang ahli meteorologi dari Jepang. Ia mulai melakukan survey di lokasi Cheomseongdae pada 1909, menyimpulkan bahwa Cheomseongdae Silla adalah observatorium tertua di Asia Timur. Wada juga meyakini ada beberapa bagian bangunan yang sudah hilang, seperti tangga bagian dalam.
Konstruksi dan Fungsi
Cheomseongdae dibuat dari batu-batu yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk yang diduga memiliki arti khusus. Dilihat dari luar, bangunan ini terdiri atas 3 bagian: alas, menara dan puncak.
Bagian alasnya dibuat dari 12 balok batu yang disusun sehingga berbentuk persegi. Susunan ini dibuat 2 lapis, dengan lapisan kedua terkubur dalam tanah.
Bagian utama bangunan bentuknya seperti botol, menara silinder dengan lingkar alas lebih besar daripada lingkar di bagian puncak. Dibuat dari susunan batu-batu yang jika dihitung jumlahnya 365 buah. Bagian utama ini terdiri dari 27 lapis. Di bagian tengahnya dibuat sebuah jendela persegi yang menghadap ke utara. Jumlah lapisan di atas dan bawah jendela masing-masing berjumlah 12 lapis.
Bagian puncaknya dibuat berupa pagar yang jika dilihat dari atas akan tampak seperti huruf Cina #. Bagian ini terdiri dari 2 lapis.
Jumlah batu untuk menyusun bagian utama menunjukkan jumlah hari dalam setahun samsiah (matahari), 365. Jumlah lapisan barangkali terkait dengan ratu Seondeok, yang merupakan penguasa Silla ke-27. Jika lapisan alas yang tidak terkubur dimasukkan, jadi 28 dan ini menunjukkan jumlah rasi bintang menurut astronomi oriental. Dan jika ditambahkan dengan 2 lapisan atap, jumlahnya 30. Menunjukkan jumlah hari dalam sebulan kamariah. Lapisan dibawah dan diatas jendela masing-masing 12 buah, menunjukkan jumlah bulan dalam setahun. Jika dijumlahkan jadi 24, menunjukkan solar term yang lazim dipakai pada sistem kalender lunisolar Cina.
Di bagian dalamnya juga menarik. Dari bawah hingga ke lapisan ke-12 diisi dengan pasir. Mulai dari jendela hingga keatasnya kosong. Di lapisan ke-26 terdapat sebuah balok datar yang–dilihat dari atas–menutupi ruang bagian timur. Untuk masuk kedalam bangunan ini, orang harus menggunakan tangga dari luar dan masuk melalui atap. Balok di lapisan ke-26 itu barangkali digunakan untuk menaruh peralatan pengamatan dan alat tulis.
Kontroversi
Sebagian besar peneliti menyetujui Cheomseongdae sebagai sebuah observatorium. Hal itu didukung oleh catatan-catatan sejarah yang ada di Korea, Jepang dan Cina. Pengamatan astronomi dilakukan dengan mata telanjang, dilengkapi dengan alat-alat seperti gnomon. Tentunya perhitungan-perhitungan khusus dilakukan dengan bantuan kalender untuk mengetahui gerhana dan rasi bintang yang berguna untuk keperluan astrologi.
Namun beberapa peneliti lain meragukan fungsi Cheomseongdae sebagai observatorium karena bentuknya yang dianggap tidak representatif. Misalnya, Lee Yong-beom dari Universitas Dongguk yang berpendapat Cheomseongdae adalah simbol gunung Sumeru yang ada dalam keyakinan Buddha. Atau Kim Yong-un dari Universitas Hanyang berpendapat Cheomseongdae merupakan monumen yang melambangkan pencapaian tinggi atas sains di Silla.
Bagaimanapun, sejauh ini pendapat bahwa Cheomseongdae adalah sebuah observatorium lebih disetujui. Juga ada pendapat moderat: Cheomseongdae adalah sebuah observatorium dengan struktur bangunan dibuat mengikuti inspirasi Buddhis.
Observatorium Tertua
Buku rekor dunia, Guinness Book of World Records pada 1982 menyatakan bahwa Cheomseongdae di Gyeongju, Korea Selatan adalah bangunan observatorium astronomi tertua yang masih berdiri di dunia. International Council of Monuments and Sites (ICOMOS), bagian dari IAU, menyatakan Cheomseongdae Silla adalah observatorium tertua di Asia Timur.
Bukan berarti tidak ada observatorium sebelum Cheomseongdae dibangun. Sejarah menyatakan ada banyak kebudayaan yang jauh lebih tua daripada kebudayaan Silla, katakanlah Mesir, Babilonia, Yunani. Kebudayaan-kebudayaan kuno itu juga sudah mengenal astronomi, dan mungkin saja memiliki observatorium mereka sendiri.
Kerajaan Silla di abad VII masehi juga lebih mediocre dibandingkan negara-negara tetangganya di semenanjung Korea, Goguryeo dan Baekje. Dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Cheomseongdae juga ada di ibukota Goguryeo namun sisa-sisa bangunannya tidak lagi ada. Jadi, satu-satunya bangunan observatorium kuno yang paling tua dan masih eksis memang hanya Cheomseongdae Silla ini.
1 komentar:
Hmm....jadi ternyata bangsa-bangsa kuno memang telah tertarik dengan astronomi dan astrologi sejak dulu,,masalahnya...siapa yang mengajari mereka ya??
Posting Komentar