Sabtu, 07 Mei 2011

Prostitusi di Kalangan Remaja

Masalah prostitusi yang dulu dianggap sebagai hal yang sangat tabu oleh masyarakat Indonesia, pada saat ini hal tersebut telah menjadi sesuatu yang biasa. Gejala demikian bisa kita buktikan dengan semakin banyaknya praktek-praktek prostitusi baik yang resmi maupun yang liar dan praktek prostitusi tersebut telah berkembang di berbagai kota dengan berbagai bentuk dan cara. Seiring dengan dimulainya krisis moneter yang terjadi di Indonesia beberapa tahun lalu menyebabkan sektor ekonomi Indonesia menjadi semakin terpuruk. Hal ini menyebabkan kehidupan masyarakat proletar menjadi semakin memprihatinkan karena “ketidakberdayaan” mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dan pengangguran hingga kini masih menjadi isu utama mengiringi Indonesia yang sedang berupaya menuju proses perbaikan. Setidaknya, 37,4 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah tersebut belum termasuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Dampak sosial yang terlihat jelas dan nyata adalah mereka, orang-orang miskin tersisih dalam pembangunan. Salah satunya adalah prostitusi. Ekonomi menjadi alasan utama penyebab suburnya lading prostitusi di Indonesia, banyak para wanita yang berlindung di balik alasan “pemenuhan kebutuhan perut” sehingga membuat mereka menceburkan diri ke lembah hitam tersebut. Menurut ECPAT, prostitusi anak karena eksploitasi seksual terjadi karena kemiskinan, disfungsi keluarga, pendidikan rendah, pengangguran, penghasilan kurang, tradisi, dan peningkatan kebutuhan perempuan muda pada industri seks.

Banyak dari para remaja yang memutuskan dirinya melacur itu karena alasan ekonomi. Biaya sekolah yang mahal, harga buku yang tak murah serta kebutuhan hidup lainnya yang mendesak menjadi salah satu alasan yang dipilih untuk diberikan. Laporan Unicef tahun 1998 memperkirakan jumlah anak yang tereksploitasi seksual yang dilacurkan mencapai 40.000- 70.000 anak yang tersebar di 75.106 tempat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk anak jalanan di dalamnya. Hal ini menjadi suatu sorotan yang sangat memprihatinkan dimana para generasi muda Indonesia yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa justru harus terseok-seok ke lembah hitam. Kemiskinan dan sikap acuh tak acuh para kaum elit negeri ini semakin menyuburkan lahan prostitusi tersebut dan justru semakin membuat masa depan para generasi muda Indonesia menjadi kelam.


TEORI ANOMI MENURUT CLINARD

Anomi adalah perspektif sosiologi yang berhubungan dengan pandangan disorganisasi (kekacauan) social/masyarakat. Hal ini merupakan perspektif umum atas penyimpangan dikarenakan hal ini menggandeng penjelasan mengenai sejumlah bentuk penyimpangan, termasuk tindakan criminal/kejahatan, alkoholisme, ketergantungan pada obat-obatan terlarang, prostitusi, aksi bunuh diri dan gangguan kejiwaan. Teori anomi menyatakan bahwa penyimpangan adalah akibat dari ketegangan struktur social tertentu yang menempatkan tekanan atas individu menjadi menyimpang. Situasi anomi terjadi jika terdapat kesenjangan akut antara tujuan budaya dan cara sah yang tersedia bagi kelompok tertentu dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan sukses dalam lingkup budaya biasanya dianggap dicapai dengan cara yang sah melalui pekerjaan tetap, pekerjaan dengan gaji tinggi, dan melalui akses pada pendidikan yang lebih tinggi. Namun saluran ini tidak tersedia bagi orang-orang tertentu, yaitu masyarakat kelas bawah. Dengan demikian, meskipun setiap orang sangat ingin meraih kesuksesan, kenyatannya adalah bahwa impian tersebut hanya dapat dimiliki oleh sebagian kecil saja, sejak struktur social benar-benar dapat memberikan kesempatan hanya untuk sejumlah kecil masyarakat tertentu. Anomi adalah sebutan bagi kondisi social dimana tujuan kesuksesan lebih ditekankan daripada cara yang dapat diterima dalam memperoleh tujuan tersebut. Konsekuensinya, beberapa orang dipaksa untuk mencapainya dengan cara yang tidak sah, termasuk bentuk-bentuk penyimpangan seperti kejahatan/kriminal, prostitusi, penggunaan obat-obatan terlarang, alkoholisme, dan gangguan mental/kejiwaan. Dalam usaha untuk menjelaskan bentuk-bentuk perilaku menyimpang ini, teori anomi ini didasarkan pada fakta bahwa angka/tingkat penyimpangan paling tingggi terjadi pada masyarakat miskin dan kelas bawah terjadi tekanan penyimpangan paling besar dimana kesempatan untuk memperoleh kelayakan materi dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibatasi (Clinard, 1964).

Menurut perspektif anomi, ada beberapa adaptasi terhadap orang-orang dalam sebuah masyarakat anomik. Adaptasi yang paling umum adalah melanjutkan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat dan tidak ikut menyimpang (strategi ini dijelaskan lebih mendalam oleh Robert Merton). Selain itu, terdapat pula adaptasi tidak sah yang dapat digunakan oleh orang-orang miskin kelas bawah dimana cara yang sah untuk mencapai tujuan kesuksesan yang digambarkan secara cultural telah dihalangi. Clinard membedakan jenis adaptasi tidak sah tersebut dalam 2 cara, yaitu:

1. Inovasi, adaptasi yang melibatkan penggunaan cara tidak sah seperti pencurian, perampokan, kejahatan terencana/teroganisir, atau prostitusi untuk mencapai tujuan kesuksesan yang ditentukan budaya. Respon-respon ini dianggap normal dimana akses menuju sukses melalui cara-cara konvensional bersifat terbatas. Terbukti bahwa perilaku tidak sah seperti kejahatan dan pelanggaran adalah hal yang biasa terjadi dalam masyarakat kelas bawah. Kaum miskin sebagian besar hanya buruh kasar yang sering dipandang sinis. Sebagai akibat status dan pendapatan yang rendah, mereka tidak bisa/tidak siap bersaing dalam bentuk kemapanan standar dan oleh karenanya besar kemungkinan mereka terlibat dalam kejahatan.

2. Retretism, merepresentasikan keadaan yang jauh tertinggal dari tujuan budaya yang dijunjung tiinggi masyarakat dan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi adat untuk mencapai tujuan ini. Individu telah memasukkan tujuan sukses secara penuh tetapi tidak menemukan tujuan tersebut dapat dicapai melalui cara-cara institusional. Terhalang untuk mencapai tujuan tersebut, melalui tekanan yang diinternalisasikan yang mana mencegah kebiasaan inovatif, individu menjadi frustasi dan kecewa, merasa gagal/kalah dan bahkan menarik diri/menjadi pendiam. Tertinggal dari tujuan budaya, orang melampiaskan pada penggunaan obat-obatan yang menyebabkan ketagihan/ketergantungan, mengkonsumsi alkohol berlebihan atau mungkin dengan sepenuhnya “melarikan diri” melalui gangguan jiwa atau bahkan bunuh diri. Retretism cenderung sebagai bentuk adaptasi perorangan daripada kelompok atau subkultural, meskipun orang mungkin memiliki hubungan dengan yang lainnya dalam cara yang hampir sama. Di samping menarik diri dalam pengertian secara individual, orang-orang yang merasa tertinggal juga menarik diri dari kehidupan sosial atau melakukan bunuh diri.

Teori anomi didasarkan pada asumsi bahwa perilaku menyimpang lebih banyak terjadi di masyarakat kelas bawah. Asumsi ini dibuat karena kelas bawah adalah lingkup dimana terdapat kesenjangan paling besar antara tekanan untuk mapan dan realita pencapaian yang rendah. Fakta/bukti menunjukkan bahwa orang-orang yang tergolong kelas bawah dan anggota kelompok minoritas lebih mungkin dideteksi dan dicap sebagai penjahat, pelaku tindak criminal, alkoholik/pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang dan penderita sakit jiwa, daripada orang-orang yang tergolong kelas menengah dan kelas atas yang mungkin terlibat dalam perilaku yang sama. Masyarakat miskin kelas bawah memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya penyimpangan. Keinginan akan tujuan-tujuan konvensional seperti kemampuan ekonomi dan pendidikan, banyak orang yang berhadapan dengan dibatasinya kesempatan yang sah untuk mapan, karena mereka tidak bisa mengubah tujuan maka mereka menjadi frustasi dan melakukan pelanggaran norma.

ANALISIS PERMASALAHAN

Merunut dari penjelasan teori di atas mengenai anomi yang dikemukakan oleh Clinard, kasus prostitusi di kalangan remaja merupakan salah satu kasus anomi yang terjadi pada kalangan masyarakat kelas bawah (miskin). Mereka, yang disebut sebagai pelacur itu, terjebak dalam selubung lembah hitam yang memperdagangkan tubuh-tubuh mereka untuk dijadikan pemuas nafsu semata. Lantas, pertanyaannya: kenapa mereka sampai menjual tubuh mereka dan merendahkan harga diri? Jawaban logis yang dapat saya kemukakan adalah faktor ekonomi yang menyebabkan rakyat kelaparan. Karena lapar, mereka lupa moral dan prostitusi pun menjadi jalan pintas yang dianggap halal. Sebutlah ada anasir “dendam” karena diperlakukan semena-mena dimana hak pendidikan dan pekerjaan yang layak mereka dibatasi oleh penguasa (dalam hal ini pemerintah). Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kelas bawah harus bersusah payah bahkan para wanita ini merelakan tubuhnya ‘dinikmati’ oleh pria-pria hidung belang hanya untuk mendapatkan sejumlah uang untuk mengganjal perut mereka serta memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Mereka seolah sudah tidak mengenal moral, mengapa? Karena kebutuhan hidup mereka tidak terpenuhi. Pemerintah pun seolah tidak peduli akan nasib mereka. Lalu apa yang dapat mereka lakukan? Tidak ada pilihan lain lagi selain tetap berkecimpung di dunia tersebut. Hal ini disebabkan tidak sanggupnya mereka mengenyam pendidikan karena keterbatasan ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan halal dengan penghasilan yang sesuai. Bagi mereka menjadi pelacur adalah sebuah pilihan pribadi dan keluarga untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang buruk akibat alasan tadi. Pemerintah telah sering melakukan tindakan tegas berupa razia terhadap para pelaku prostitusi ini, namun hal tersebut tetap tidak dapat meminimalisir jumlah pelaku prostitusi. Mengapa demikian? Karena seperti yang telah saya jelaskan di atas, masyarakat miskin tidak memiliki kesempatan untuk merasakan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai, lalu bagaimana mereka dapat makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya? Tentunya dengan kembali lagi pada profesi semula yaitu ‘menjual diri’.

Profesi ‘menjual diri’ dianggap sebagai solusi terbaik para pelaku prostitusi dalam mendapatkan uang. Seperti yang dikatakan oleh Clinard, bahwa penyimpangan adalah akibat dari ketegangan struktur sosial tertentu yang menempatkan tekanan atas individu menjadi menyimpang. Inilah yang menyebabkan masyarakat kelas bawah melakukan penyimpangan berupa prostitusi, karena mereka ditekan oleh kemiskinan yang disebabkan oleh para kaum elit Indonesia. Jika kita melihat berdasarkan teori Clinard yang membagi tahapan menjadi 2, yaitu inovasi dan retretism, maka akan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Inovasi, adaptasi yang melibatkan penggunaan cara tidak sah seperti pencurian, perampokan, kejahatan terencana/teroganisir, atau prostitusi untuk mencapai tujuan kesuksesan yang ditentukan budaya. Respon-respon ini dianggap normal dimana akses menuju sukses melalui cara-cara konvensional bersifat terbatas. Masyarakat miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga tidak ada jalan lain bagi mereka untuk dapat survive dalam hidup ini selain dengan menggunakan cara yang tidak sah, seperti prostitusi. Tidak sedikit para orang tua yang secara sengaja menjual anak mereka untuk dijadikan ‘pemuas nafsu’, mereka tega melakukan hal tersebut karena terdesak oleh tuntutan kehidupan yang harus mereka penuhi.

2. Retretism, Retretism cenderung sebagai bentuk adaptasi perorangan daripada kelompok atau subkultural, meskipun orang mungkin memiliki hubungan dengan yang lainnya dalam cara yang hampir sama. Di samping menarik diri dalam pengertian secara individual, orang-orang yang merasa tertinggal juga menarik diri dari kehidupan sosial atau melakukan bunuh diri. Dampak dari tekanan social bagi para masyarakat bawah adalah retretism, dimana mereka (para pelaku prostitusi) merasa kecewa karena mendapatkan sindiran dan tidak mendapatkan tempat di masyarakat sehingga tidak jarang dari mereka yang kemudian tercebur ke dunia alkohol dan narkoba.

Permasalahan sosial anak yang demikian seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah dan segenap elemen masyarakat yang sadar akan pentingnya hak anak untuk segera bersikap dan melakukan tindakan nyata. Pemerintah selaku pihak yang berkuasa di Indonesia seharusnya mulai memikirkan bagaimana solusi terbaik dalam mengatasi persoalan ekonomi ini dan sebaiknya juga memberikan kesempatan bagi para masyarakat bawah (miskin) untuk mendapatkan hak memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang layak.

0 komentar:

Posting Komentar